Rabu, 26 Juni 2013

Ahmad Hasan Ali - Merindukan Indahnya Kebersamaan


(Original Version)

Bila kita aktif mengikuti perkembangan Islam di Bali tentu tidak asing lagi dengan sosok satu ini. Beliau adalah Ahmad Hasan Ali, lahir di Palembang 19 Februari 1933. Awal karirnya di Bali dimulai dengan menjadi PNS di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali pada Maret 1971. Kesehariannya lebih banyak dihabiskan untuk berdakwah. Meski usianya sudah lanjut, beliau tak pernah merasa lelah menyampaikan Islam berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Buleleng, Karangasem, Jembrana, Klungkung dan sejumlah daerah lain di Bali pernah ia singgahi demi menyampaikan Islam kepada umatnya. Pria yang sempat menjadi ketua MUI Bali periode 2000/2010 ini menjelaskan bahwa dirinya sejak awal merasa terpanggil menyampaikan Islam dengan cara-cara yang baik dan elegan, serta dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti mempelajari ajaran Islam itu sendiri. Dari kajian mengenai Islam di dalam Al-Qur’an, bahwa Islam harus disampaikan secara baik dan elegan sehingga dapat melahirkan simpati oleh semua umat.


Salah satu pesan yang selalu ditekankan kepada umat Muslim setiap kali dirinya berdakwah adalah pentingnya memperkuat Ukhuwah Islamiyah. Beliau bercerita tentang pengalamannya dulu ketika pertama kali berdakwah di Bali, “Waktu itu DAI, mubaligh sangat terbatas sehingga silaturahmi cukup kuat”, ujarnya. Sebagai umat Muslim diharapkan kita mampu memahami tentang arti perbedaan sehingga tidak dijadikan sebuah pertentangan. Pada dasarnya perbedaan di dalam Islam adalah sebuah keniscayaan, karena sesungguhnya Allah menciptakan manusia berbeda.

Beliau menuturkan kondisi Muslim Bali saat ini dari segi dakwah mengalami kemajuan yang lebih besar, karena telah ditunjang oleh sarana media, transportasi dan teknologi. Tetapi melihat realitas beberapa ormas Islam sering berbeda pendapat dan terkadang tidak berkenan saling bergandengan tangan satu sama lain, beliau cukup menyesalkan. “Justru penyakit kronis yaitu tercebah belahnya dan tidak bersatunya kita sesama Muslim tidak kunjung sembuh-sembuh, kebersamaan susah dicari” sesalnya. Beliau berharap terhadap empat lembaga umat untuk berperan aktif dalam mempererat persaudaraan umat Muslim, tanpa bermaksud mengecilkan yang lain. Diantaranya adalah MUI, ICMI, DMI, dan IPHI. Diharapkan umat Muslim ketika sudah bergabung dengan salah satu lembaga tersebut akan melebur menjadi satu asosiasi tanpa harus membeda-bedakan ormas. “apabila sudah seperti itu Islam akan kuat sekali” ujarnya. Disisi lain eksistensi ormas selalu penting dalam situasi apapun, karena sumbangsih mereka dalam menyampaikan Islam sudah cukup banyak dan berjasa. Terpenting ketika kita menjadi bagian dari salah satu ormas tidak lantas jumawa dan mengakui dirinya sendiri yang paling benar serta harus menghormati perbedaan dengan orang lain.

Disinggung mengenai beberapa ormas Islam yang menginginkan ideologi Negara bergeser menjadi ideologi Islam, beliau tidak setuju. Pria yang dididik sejak kecil dari keluarga Muhammadiyah ini menuturkan bahwa pertentangan seperti itu sebenarnya sudah menjadi isu klasik. “Pancasila bukan Agama, Agama bukan Pancasila” tegasnya. Diharapkan kita sebagai umat Muslim dan sebagai warga Negara yang baik dapat memisahkan diantara keduanya. Sebagai umat Muslim kita perlu menegakkan syariah Islam, tetapi disisi lain kita harus mempunyai etika dalam berbangsa dan bernegara. Tidak tepat apabila kita menerapkan syariah Islam dalam bernegara, dan sampai harus menggusur Pancasila yang telah menjadi ideologi bangsa. “Kita harus menghormati tokoh-tokoh seperti Ki Bagus Hadi Kusumo, Wahid Hasyim dan lainnya dalam merumuskan Piagam Jakarta hingga menjadi Pancasila. Pancasila sebagai pemersatu bangsa sedangkan syariah sebagai sarana beriman kepada Allah”, tutupnya. (lw)

0 komentar:

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;